Kajian Tafsir Surah Al-Furqan (25): 63-77

13 Juni 2008 at 1:19 PM 22 komentar


KAJIAN TAFSIR SURAH AL-FURQAN (25): 63-77

Disarikan dari Pengajian Umum

yang disampaikan oleh:

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A.

pada tanggal 22 April 2008

di Masjid Agung Sunda Kelapa – Jakarta

Transkriptor: Hanafi Mohan

Pada Surah Al-Furqan ayat 63-77 menggambarkan, bahwa ada sebelas sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Menurut Allah, orang-orang beriman yang memiliki sebelas sifat tersebut memperoleh gelar ibadurrahman, yaitu hamba-hamba Allah yang akan mendapatkan rahmat yang paling besar di sisi Allah SWT. Rahmat-rahmat Allah yang paling besar tersebut yaitu kedudukan atau derajat-derajat yang paling tinggi yang diperoleh oleh mereka di surga kelak.

Orang-orang yang beriman itu harus melaksanakan seluruh kewajiban yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka. Apabila mereka melalaikan kewajiban-kewajiban tersebut, maka mereka akan mendapatkan siksaan yang amat pedih dari Allah SWT. Sebaliknya, apabila mereka menunaikan kewajiban-kewajiban yang diberikan tersebut, maka mereka akan mendapatkan ganjaran pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Sifat-sifat yang dikemukakan di sini adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman setelah menunaikan berbagai kewajiban yang diwajibkan kepada mereka. Seperti yang termaktub pada Surah al-Furqaan ayat 63-77, sebelas sifat yang dimaksud tersebut adalah:

Pertama, sifat tawadhu’.

Tawadhu’ adalah lawan dari sifat takabbur. Tawadhu’ adalah sifat yang selalu merendah, merupakan sifat yang sangat disukai oleh Allah. Jika orang yang memiliki sifat ini adalah orang yang sangat disukai oleh Allah, maka orang yang memiliki sifat takabbur adalah orang yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Di dalam suatu hadits disebutkan, jika ada seseorang yang di dalam dirinya terdapat sifat sombong walaupun hanya sebesar biji zarrah (biji sawi), maka Allah akan mengharamkan surga baginya.

Takabbur adalah orang yang menganggap dirinya besar, padahal dia tidak besar. Orang yang mengaku memiliki banyak hal, tapi sebenarnya ia tidak memiliki apa-apa. Padahal kata Allah, bahwa apa yang mereka miliki itu tidak ada maknanya sedikitpun. Karena itulah, mereka menambahkan sifat di dalam dirinya dengan apa yang tidak mereka miliki. Untuk menjadikan diri kita tawadhu’ adalah dengan berpandangan bahwa apa yang kita miliki tidak ada arti apa-apa dibandingkan dengan yang dimiliki oleh Allah SWT.

Sifat sombong adalah sifat yang merupakan fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki sifat sombong. Hanya saja, ada orang yang membiarkan kesombongannya menjadi subur, dan ada juga yang bisa menahan kesombongannya, sehingga kesombongannya tidak pernah muncul.

Firman Allah pada Surah Al-Furqaan ayat 63:

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (Q.S. Al-Furqaan: 63)

Pada ayat tersebut dengan jelas menyebutkan, bahwa ‘ibaadurrahman itu adalah mereka yang berjalan di muka bumi ini dalam keadaan tawadhu’, dalam keadaan tunduk, dalam keadaan merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang sangat kecil, tak mempunyai kekayaan apapun, tak memiliki ilmu apapun, walaupun orang lain memandang bahwa dirinya adalah orang yang berilmu, orang yang kaya, ataupun orang yang memegang jabatan tinggi.

Pertanyaannya, mampukah kita bersikap tawadhu’? Harus diingat, bahwa sikap takabbur itu akan muncul kapanpun dan di manapun. Jika kita tidak berhati-hati, maka sikap tersebut akan menjadi subur, akan berkembang dengan sendirinya karena kondisi dan keadaan di mana kita hidup. Karena itulah, menurut Rasulullah, sombong terhadap orang yang sombong itu adalah sebuah kebajikan sedekah. Mengapa? Karena kalau kita menahan kesombongan seseorang, sebenarnya kita mendekatkan orang tersebut kepada surga. Karena, jika ada kesombongan di dalam hati seseorang, maka diharamkan kepadanya untuk mendapatkan surga. Jika kita sombong terhadap orang yang sombong sehingga orang tersebut menjadi tidak sombong, maka sebenarnya kita telah menjauhkannya dari neraka dan mendekatkannya kepada surga.

Kedua, selalu mengucapkan ucapan-ucapan yang baik (al-kalamuth thayyib).

Maksudnya adalah, bahwa orang tersebut senantiasa mengucapkan kalimat-kalimat yang baik, walaupun orang lain selalu mengejeknya dengan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan. Artinya, bahwa ‘ibaadurrahman adalah orang-orang yang senantiasa mengeluarkan ucapan-ucapan yang baik, senantiasa bersikap dengan sikap yang baik, senantiasa menimbulkan kebajikan-kebajiikan walaupun di tengah orang-orang yang tidak mau berbuat kebajikan kepadanya.

Biasanya, jika mendengar ada orang yang mengejek kita, maka kita akan membalasnya dengan ucapan-ucapan yang lebih kasar dibandingkan orang yang mengejek kita tersebut. Kalau ada yang memaki kita, maka kita akan membalasnya lebih dari satu kali makian. Jika ada orang yang berbuat jahat kepada kita sebanyak sekali, maka kita akan membalasnya lebih dari sekali. Itulah fitrah manusia.

Dalam ayat ini disebutkan, bahwa jika ada orang-orang yang bodoh yang menyapa dia, kalau ada orang-orang yang mengejek dia dengan kalimat-kalimat yang tidak mengenakkan baginya, maka dia akan menyampaikan kalimat-kalimat yang baik kepada orang yang mengejeknya itu. Tapi secara fitri, hal ini tak mudah untuk dilakukan. Malahan sebaliknya, seringkali perbuatan kebajikan dibalas dengan kejahatan (air susu dibalas dengan air tuba).

Rasulullah menyatakan, bahwa orang yang paling baik akhlaknya adalah orang-orang yang apabila diputuskan hubungan silaturahmi, maka ia tidak akan memutuskan hubungan tersebut. Misalkan: ada orang yang tidak mau datang ke rumah kita, tapi kita tetap mendatangi rumah orang tersebut. Hal ini tak mudah untuk dilakukan, karena biasanya jika ada orang yang tidak mau datang ke rumah kita, maka kita akan semakin menjauhi orang tersebut.

Rasulullah juga menyatakan, bahwa orang yang paling baik akhlaknya adalah orang yang suka memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadanya.

Ketiga, yaitu orang beriman yang suka tahajjud di malam hari.

Firman Allah pada Al-Furqaan ayat 64:

Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Q.S. Al-Furqaan: 64)

Bangun di malam hari setelah tidur, untuk kemudian melakukan shalat tahajjud bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tetapi apabila kita membiasakan diri, maka secara otomatis pada saatnya kita akan terbangun, sehingga hal seperti ini mudah saja untuk dilakukan. Mengapa tahajjud ini penting? Karena jika ibadah dilakukan di tempat yang sepi, maka konsentrasi kita akan lebih terpusat, dibandingkan ibadah di tengah keramaian.

Menurut pandangan para ulama, shalat tahajjud merupakan shalat sunnat muakkad, yaitu shalat sunnat yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah. Shalat sunnat tahajjud biasa dilakukan paling tidak dua raka’at, umumnya dilakukan delapan raka’at, ditambah dengan witir tiga raka’at. Begitu besar pahala yang didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa melaksanakan shalat tahajjud, karena tidak banyak orang yang mampu melakukan shalat tahajjud itu pada setiap malamnya.

Keempat, yaitu merasa takut akan siksa Allah SWT.

Firman Allah pada Al-Furqan ayat 65-66:

(65) Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal“.

(66) Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Q.S. Al-Furqaan: 65-66)

Orang yang senantiasa takut terhadap azab Allah, maka akan menyebabkannya selalu mematuhi dan mentaati perintah-perintah Allah dan senantiasa meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an digambarkan, bahwa di saat menghadapi sakaratul maut, maka bagi mereka yang belum memiliki persiapan menghadapi alam kubur dan alam akhirat itu lalu meminta kepada Allah untuk menunda kematiannya, karena mereka belum banyak melakukan ibadah kepada Allah. Lalu Allah menjawab, “Apabila ajal mendatangi seseorang, maka ajal tersebut tak bisa diundur dan tidak juga bisa dipercepat.”

Jika kita selalu mengingat akan azab Allah, maka pada saat itulah keinginan kita akan muncul untuk melakukan ibadah kepada-Nya. Patut diingat, bahwa azab yang kita terima tak pernah ada habisnya. Dimulai pada saat kita menjalani sakaratul maut, kemudian berlanjut ketika berada di dalam kubur. Kemudian terus berlanjut hingga ketika dibangkitkan dan dikumpulkan di padang mahsyar. Menurut riwayat, bahwa di padang mahsyar nanti matahari itu sejengkal di atas kepala, dan manusia pada saat itu kondisinya berbeda-beda. Ada yang selalu merasa dingin dan sejuk, walaupun matahari berada di atas kepalanya. Ada juga yang merasa badannya terbakar, karena dibakar oleh matahari.

Pendeknya, ketika di padang mahsyar, maka manusia sudah merasakan alam atau suasana yang berbeda sesuai dengan amal kebajikannya. Bagi yang mendapatkan siksaan, maka siksaan tersebut akan terus berlanjut. Ketika berada di dalam neraka, siksaan tersebut takkan pernah ada habisnya. Setelah kulitnya terbakar oleh api neraka, kemudian kulit tersebut diganti lagi dengan yang baru. Setelah itu dibakar lagi, kemudian diganti lagi, dan begitu seterusnya tak pernah berhenti.

Seorang muslim yang baik yang akan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat nanti adalah mereka yang senantiasa ada di dalam dirinya itu rasa takut terhadap siksaan Allah SWT. Dan karena rasa takut akan siksaan Allah itulah, maka kita akan menjadi orang yang senantiasa patuh terhadap perintah-Nya.

Kelima, yaitu sederhana (moderat) di dalam berinfaq.

Firman Allah pada Al-Furqan ayat 67:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Q.S. Al-Furqan: 67)

Pada ayat di atas dengan jelas menyebutkan, apabila manusia atau orang yang beriman yang ingin membelanjakan sesuatu, maka ketika membelanjakan tersebut dia tidak boleh terlalu boros, dan juga tidak boleh terlalu kikir.

Di dalam ayat lain Allah menyebutkan:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Q.S. Al-Israa’: 26)

Jadi, tidak boleh ada sikap boros, dan tidak boleh juga kikir, melainkan berada di tengah-tengah (moderat). Kalau kita berbelanja, maka belanjalah sesuai dengan keperluan. Kalau bersedekah, jangan sampai memberikan sedekah terlalu banyak. Hanya karena bangga dengan pahala bersedekah sehingga kita bersedekah terlalu banyak, sedangkan kita lupa akan kebutuhan kita sendiri.

Allah juga mengingatkan, bahwa orang-orang yang bersifat boros itu adalah saudara-saudaranya syaitan, seperti yang termaktub pada Surah Al-Israa’ ayat 27 berikut ini:

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. Al-Israa’: 27)

Tetapi jangan juga karena mengingat akan kebutuhan kita, lalu kita tidak mau mengeluarkan apa yang kita miliki, hingga zakat sekalipun tidak mau dikeluarkan. Itulah orang yang kikir sebenarnya. Dalam hal ini, kita harus bersikap moderat, tidak kikir dan tidak juga boros, namun berada di antara keduanya (moderat).

Pada Surah Al-Israa’ ayat 29 juga disebutkan:

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Q.S. Al-Israa’: 29)

Jadi, jangan juga kita membelanjakan sesuatu sampai habis, dan jangan pula kita enggan membelanjakan apa yang ada pada diri kita. Hal ini tak mudah dilaksanakan, karena pada umumnya manusia itu bersifat konsumtif. Sifat konsumtif yang tak bisa ditahan yang kemudian menjadi-jadi, itulah yang disebut pemborosan. Tapi kalau menahannya juga menjadi-jadi, itulah yang dinamakan kikir. Di dalam hadits Nabi juga disebutkan, bahwa: “Urusan yang terbaik adalah urusan yang di tengah-tengah.”

Keenam, menjauhkan diri dari sifat syirik.

(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya).

(69) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.

(70) kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(71) Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.

(Q.S. Al-Furqan: 68-71)

Syirik itu pada hakikatnya adalah sifat yang senantiasa menyekutukan Allah. Seseorang yang menganggap bahwa selain Allah itu ada tuhan yang lain lagi, maka dapat dikategorikan sebagai syirik. Kalau seseorang melakukan penyembahan terhadap Allah, tapi dalam suasana yang lain dia juga melakukan penyembahan terhadap yang selain Allah, maka itu juga dapat disebut sebagai syirik. Menurut ulama, syirik yang seperti ini dinamakan syirik akbar (syirik besar). Syirik akbar adalah syirik yang berupa menyekutukan Allah SWT dengan sembahan atau penyembahan yang selain dari Allah.

Kemudian ada juga yang dinamakan syirik asghar (syirik kecil). Menurut para ulama, syirik asghar salah satunya adalah riya’. Mengapa? Karena ketika beribadah, yang ia harapkan bukanlah keridhaan Allah, tetapi karena sesuatu yang selain dari Allah. Ibadah yang dilakukannya bukanlah diniatkan untuk Allah, tetapi karena yang selain Allah. Kalau ada seseorang yang melakukan shalat bukan karena Allah, tetapi karena yang lain, maka inilah yang disebut sebagai syirik asghar.

Berkaitan dengan syirik akbar, di dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan, bahwa mereka yang syirik itu apabila mati, maka dosa karena syiriknya tersebut tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Dosa tersebut takkan pernah diampunkan oleh Allah, jika saat ia meninggal dunia tak pernah memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa syiriknya itu. Karena itu, banyak sekali hal-hal yang menjauhkan seseorang dari surga, salah satu di antaranya adalah syirik.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nisaa: 48)

Ketujuh, menjauhkan diri dari melakukan perbuatan membunuh yang diharamkan oleh Allah SWT.

Seperti yang termaktub pada Surah Al-Furqan ayat 68, bahwa selain syirik, melakukan pembunuhan terhadap orang lain juga merupakan perbuatan dosa besar. Berkaitan dengan ini, ada juga orang yang melakukan pembunuhan, tetapi pembunuhan itu atas perintah hukum. Pembunuhan jenis ini tidak dikategorikan sebagai pembunuhan yang dilarang oleh Allah. Misalnya, ada seseorang yang melakukan pembunuhan terhadap orang lain, lalu dia itu diadili oleh hakim, dan hakim memutuskan bahwa dia akan juga dibunuh dengan hukum qishash. Maka mereka yang melakukan eksekusi hukuman mati terhadap orang yang dikenai hukum qishash tersebut tidaklah dikategorikan dalam rangka membunuh sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, karena eksekusi hukuman mati tersebut berdasarkan perintah hukum.

Dalam kaitan dengan hukum qishash ini, ada ketentuan-ketentuan tertentu yang berlaku. Misalnya: dalam sebuah negara, jika negara memutuskan berdasarkan keputusan pengadilan bahwa si A akan dihukum qishash, maka itu tidak dianggap sebagai pembunuhan yang dilarang oleh Allah. Tetapi jika ada sekelompok orang di dalam sebuah negara yang mereka (orang-orang itu) memberlakukan hukuman qishash kepada seseorang tanpa adanya keputusan pengadilan yang sah, maka hal ini dikategorikan bukanlah pelaksanaan hukuman qishash yang sesuai dengan tuntunan syari’ah. Karena itu, bagi mereka yang memberlakukan pembunuhan seperti ini, maka mereka telah melakukan pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh.

Berkaitan dengan ini, Allah mengingatkan, bahwa barangsiapa yang membunuh seseorang, maka seolah-olah dia itu telah membunuh semua manusia, seperti termaktub pada ayat berikut ini:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (Q.S. Al-Maidah: 32)

Kedelapan, menjauhkan diri dari perbuatan berzina.

Seperti yang termaktub pada Surah Al-Furqan ayat 68, bahwa selain syirik dan membunuh, melakukan perzinahan juga merupakan perbuatan dosa besar. Karena itu, bagi pelakunya akan diberikan siksaan yang berlipat ganda oleh Allah di akhirat nanti, seperti yang termaktub pada Surah Al-Furqaan ayat 69: (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.

Tetapi pada Surah Al-Furqaan ayat 70 dan 71 memberikan kabar gembira kepada kita: [70] kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [71] Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. (Q.S. Al-Furqan: 70-71)

Yang dimaksud pada ayat tersebut, jika sudah pernah terjadi hal-hal yang seperti itu (syirik, pembunuhan, dan zina), maka Allah membukakan pintu taubat, lalu bertaubatlah kepada Allah. Tapi pernyataan ini jangan dipelintir. Kalau begitu syirik dulu, baru kemudian bertaubat, karena Allah pasti akan mengampuni. Kalau begitu membunuh dulu, nantikan Allah akan membukakan pintu taubat. Kalau begitu berzinah dulu, nanti malam shalat lail kemudian berdo’a, minta ampun dan bertaubat, maka Allah akan mengampuni. Tentunya bukan ini sebenarnya yang dimaksud.

Itulah sebabnya, bagi manusia yang bersalah, apabila dia bertaubat, maka kesalahannya itu akan dihapuskan oleh Allah SWT. Setelah dosa dan kesalahannya dihapuskan oleh Allah SWT, maka kalau bertaubat lagi, maka akan ada tumpukan pahala dari taubatnya yang akan diberikan oleh Allah. Jika ia bertaubat lagi, sedangkan dosanya sudah tidak ada lagi, maka pahala bertaubatnya akan ditambahkan lagi oleh Allah SWT. Karena itulah, tindakan bertaubat dan beristighfar itu tidak hanya dilakukan setelah kita melakukan perbuatan-perbuatan dosa, tetapi kalau memungkinkan di sepanjang kehidupan kita selalulah kita bertaubat.

Perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar yang menurut Rasulullah, bahwa orang yang berzina itu tidak layak kalau diundang untuk menghadiri sebuah majelis. Ini merupakan siksaan sosial.

Kesembilan, menjauhkan diri dari bersaksi palsu.

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Q.S. Al-Furqaan: 72)

Saksi palsu bisa muncul kapan saja. Hal ini biasanya terjadi apabila dengan menjadi saksi palsu itu maka akan mendapatkan keuntungan. Sekarang ini banyak sekali terjadi orang yang memberikan kesaksian palsu. Misalkan: sebenarnya kasus tersebut seharusnya dimenangkan oleh pihak A, tapi hakim kemudian memberikan kemenangan kepada pihak B, karena semua saksi memberatkan pihak A. Dalam hal ini, mereka yang menjadi saksi palsu itu sudah melakukan dosa besar. Menjadi saksi palsu itu membahayakan kemaslahatan di dalam masyarakat.

Kesepuluh, senang menerima nasehat yang baik.

Dikatakan oleh Al-Qur’an:

Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (Q.S. Al-Furqaan: 73)

Jadi, orang yang termasuk kategori orang beriman yang mendapat gelar ‘ibaadurrahman itu adalah orang yang senantiasa menerima nasehat-nasehat yang baik yang diberikan oleh orang lain, orang yang senantiasa mendapatkan pengajaran dan pelajaran dari orang-orang yang memberikan pelajaran-pelajaran yang baik. Termasuk di dalam hal ini adalah orang yang senang mencari ilmu adalah orang yang senang menerima nasehat.

Kesebelas, senantiasa berdo’a dan bermunajjat kepada Allah.

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-Furqaan: 74)

Bukan hanya berdoa untuk dirinya, juga berdoa untuk keluarganya, untuk anak cucunya agar menjadi orang-orang yang baik dan orang-orang yang shaleh di belakang hari. Orang-orang yang seperti ini dikatakan oleh Al-Qur’an adalah orang-orang yang akan mendapatkan ganjaran yang paling tinggi di surga nanti yang akan diberikan oleh Allah SWT, seperti termaktub pada Surah Al-Furqaan ayat 75-77:

(75) Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,

(76) mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.

(77) Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)”.

(Q.S. Al-Furqaan: 75-77)

Kesebelas hal ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tetapi marilah kita melatih diri dan membiasakan untuk memiliki kesebelas sifat dan sikap ini, seperti yang diungkapkan Al-Qur’an pada Surah Al-Furqan ayat 63-77 ini. [hAns]


Entry filed under: Ceramah Agama Islam. Tags: , .

Pembinaan Karakter Tafsir Al-Hujurat Ayat 1 – 5

22 Komentar Add your own

  • 1. ZIKMAL  |  24 Januari 2009 pukul 11:24 AM

    Salam…berkaitan dengan pernyataan ini: Dalam kaitan dengan hukum qishash ini, ada ketentuan-ketentuan tertentu yang berlaku. Misalnya: dalam sebuah negara, jika negara memutuskan berdasarkan keputusan pengadilan bahwa si A akan dihukum qishash, maka itu tidak dianggap sebagai pembunuhan yang dilarang oleh Allah. Tetapi jika ada sekelompok orang di dalam sebuah negara yang mereka (orang-orang itu) memberlakukan hukuman qishash kepada seseorang tanpa adanya keputusan pengadilan yang sah, maka hal ini dikategorikan bukanlah pelaksanaan hukuman qishash yang sesuai dengan tuntunan syari’ah. Karena itu, bagi mereka yang memberlakukan pembunuhan seperti ini, maka mereka telah melakukan pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh.
    Apa yang menjadi landasan pernyataan ini? Jika Negeri Aceh mendirikan hukum qishas apakah dikatakan pemerintahan aceh melakukan pembunuhan? atau habib rizq FPI ketika mendirikan hukuman qishs di Ambon terhadap salah seorang anggotanya dianggap telah membunuh seorang jiwa???

    Suka

  • 2. Hanafi Mohan  |  7 Februari 2009 pukul 8:31 AM

    Hal ini sudah begitu jelas, bahwa Hukum Qishash hanya bisa dilakukan oleh Negara, melalui aparat penegakan hukum yang ada di dalamnya, dan yang pasti setelah melalui proses pengadilan yang sah. Jika yang melakukan itu bukan aparat penegakan hokum negara dan tidak melalui proses pengadilan yang sah, maka sama saja orang (sekelompok orang) yang melakukannya itu sudah melakukan tindakan pembunuhan yang diharamkan oleh Allah menurut syariat Islam, dan juga merupakan tindakan melawan hukum negara.

    Suka

  • 3. Niezie  |  18 Oktober 2010 pukul 11:24 AM

    terima kasih banyak atas informasinya, karena artikel ini saya bisa menyelesaikan tugas agama saya,,
    thanks a lot….

    Suka

  • 4. iman  |  25 Februari 2011 pukul 12:52 PM

    maksih ya ilmunya semoga alloh membalas amal baik anda

    Suka

  • 5. kaer salahuddin  |  23 April 2011 pukul 2:53 PM

    salam. pengisian yg cukup bermanfaat. alhamdulillah, tghr td sampai giliran sy membaca surah al-furqan serta tafsirnya pada ayat2 penghujung. tergerak hati ingin memahami dgn lebih mendalam berkaitan akhlak org yang beriman. mohon share artikel tuan. terima kasih.

    Suka

  • 6. Pujex Carlox's blog  |  2 Juni 2011 pukul 4:55 PM

    […] Kajian Tafsir Surah Al-Furqan (25): 63-77 […]

    Suka

  • 7. fajar  |  30 November 2011 pukul 6:46 AM

    SYukron..
    Jazakumulloh khoiron katsiro.,

    Suka

  • 8. Dedy Hermawan  |  1 Januari 2012 pukul 4:47 PM

    alhamdulilah ya?

    Suka

  • 9. syakirah rashid  |  11 Maret 2012 pukul 2:58 PM

    sangat baik!! terima kasih untuk penerangan yg amat jelas berkaitan terjemahan surah al-Furqan 🙂

    Suka

  • 10. Intanalways Luph Mishil  |  11 Februari 2013 pukul 9:44 AM

    trima kasih..
    sangat bermanfaat…

    Suka

  • 11. Emily  |  11 Maret 2013 pukul 10:08 AM

    Hello there, I found your web site by means of Google at the same time as
    searching for a similar matter, your web site came up, it appears to be like good.
    I’ve bookmarked it in my google bookmarks.
    Hi there, just changed into aware of your blog thru Google, and located that it is truly informative. I’m going to be careful
    for brussels. I’ll be grateful when you proceed this in future. A lot of other people can be benefited from your writing. Cheers!

    Suka

  • 12. eshop  |  9 April 2013 pukul 12:37 AM

    Way cool! Some extremely valid points! I appreciate you writing this write-up and
    the rest of the website is also very good.

    Suka

  • 13. AnaNoor Furqoni  |  18 Juli 2013 pukul 9:35 AM

    Amin, In Sha Allah

    Suka

  • 14. youtube view increase  |  20 Juli 2013 pukul 2:56 PM

    It’s actually very complicated in this busy life to listen news on Television, thus I simply use the web for that purpose, and take the newest news.

    Suka

  • 15. Farhana Yahaya  |  20 November 2013 pukul 12:27 PM

    assalamualaikum..boleh sy dapatkan rujukan-rujukan yang digunakan..supaya saya boleh merujuknya untuk diletakkan dalam tesis saya..:)

    Suka

  • 16. Ratih setyo  |  18 Agustus 2014 pukul 10:12 AM

    Makasih yaaa

    Suka

  • 17. sugi  |  27 November 2014 pukul 3:01 AM

    tks ya, smg bermanfaat utk smua org. Amin

    Suka

  • 18. syuhada  |  25 Agustus 2016 pukul 5:44 PM

    sumber rujukannya dari mana yaa ?

    Suka

  • 19. Triyoso  |  9 Oktober 2016 pukul 8:39 AM

    Garis bawahi ayat 70 adalah kunci merubah dosa jadi pahala…

    Suka

  • 20. aboevartur  |  14 Agustus 2019 pukul 1:38 PM

    Вопрос удален

    Suka

  • 21. Ahmad ujer  |  8 Desember 2022 pukul 11:34 PM

    Masya Allah luarbiasa semoga kita senantiasa mengamalkannya, aamiin

    Suka

  • 22. Ahmad ujer  |  8 Desember 2022 pukul 11:34 PM

    Masya Allah luarbiasa semoga kita senantiasa mengamalkannya, aamiin

    Suka

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Selamat Berkunjung

Selamat datang di:
Laman The Nafi's Story
https://thenafi.wordpress.com/

Silakan membaca apa yg ada di sini.
Jika ada yg berguna, silakan bawa pulang.
Yg mau copy-paste, jgn lupa mencantumkan "Hanafi Mohan" sebagai penulisnya & Link tulisan yg dimaksud.

Statistik

Blog Stats

  • 523.066 hits
Juni 2008
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

Top Clicks

  • Tidak ada
Powered by  MyPagerank.Net
free counters
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter