Pentadbir


WhatsApp Image 2022-05-24 at 16.54.08

Hanafi Mohan, lahir pada 1981 di Kampong Tambelan (Kelurahan Tambelan Sampit), Pontianak. Dari tingkat SD hingga SMK/STM bersekolah di Pontianak.

Pada tahun 2000 merantau ke Jakarta, hinggalah kini bermukim di Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Alumnus Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini ketika kuliah juga aktif pada beberapa organisasi intra kampus dan ekstra kampus. Kini bekerja di UIN Jakarta.

Menulis Cerpen, Puisi, Syair Melayu, Feature, Reportase, Opini, serta beberapa ulasan sejarah, seni, budaya, sastera, dan bahasa. Tulisannya pernah dimuat di beberapa media cetak yang terbit di Jakarta dan Pontianak. Selain itu tulisannya juga pernah dimuat di beberapa media online (website).

Syair-syair Melayu-nya pernah dibacakan pada beberapa perhelatan di Pontianak dan juga ditayangkan di beberapa channel Youtube.

10 Komentar

  • 1. eyanghakimi  |  15 Juli 2008 pukul 12:17 AM

    bara bata dalam tungku, merah marak,terbakar sadar gentar gemetar,tak ada tempat untuk bersandar, satu tubuh halus kasar, terusik yang sendiri, sendiri dalam tungku bara merah marak,telah kutiti buih dengan rintih, telah kukenyam sepi dalam pedih,
    tersayat relung hati diturih, kelopak mata kelopak bunga, embun basah menimang resah, dalam dekap gelisah patah, ada mati yang dinanti, dan pasti,bara merah marak , sendiri terbakar, sadar, gemetar

    Suka

  • 2. ang  |  3 Desember 2008 pukul 1:04 AM

    yakin sampai, fi…

    Suka

  • 3. ressay  |  9 Januari 2009 pukul 6:58 AM

    sampai mana? sampai mana aja?

    Suka

  • 4. Asep Sofyan  |  9 Januari 2009 pukul 12:11 PM

    Han, sory sy gak bisa datang di undanganmu untuk jadi penulis. Kalau ada tulisanku yang pantas ditampil di sini, ambil saja. Ok coy.

    Suka

  • 5. F4iz  |  30 Desember 2009 pukul 5:54 PM

    nice blog…..

    Suka

  • 6. Saiful ghozi  |  27 Februari 2010 pukul 6:48 AM

    salam kenal…

    Suka

  • 7. Khairudin  |  10 Mei 2010 pukul 8:48 AM

    Memang benar Kampung Tambelan Sampit itu agak religius.
    Saya pernah ke sana.Waktu subuh ramai yg solat berjemaah di surau atau masjid.
    Kirim salam pada Bang Mail yang selalu minum kopi pancung.

    Suka

  • 8. rona  |  1 Juni 2010 pukul 4:33 AM

    lam kenal penulis dari yang ingin belajar menulis

    Suka

  • 9. andy kw  |  14 November 2010 pukul 11:20 AM

    semangatlah terus melanjutkan blog seperti ini.

    Suka

  • 10. Pujex Carlox's blog  |  2 Juni 2011 pukul 4:55 PM

    […] Tentangku […]

    Suka

Trackback this post