HMI 63 Tahun, Riwayatmu Kini

5 Februari 2010 at 2:38 AM 1 komentar


1947, itulah angka tahun yang harus selalu kuingat pada beberapa kali kegiatan LK-I ketika aku menjadi pemateri sejarah perjuanganmu. Itulah tahun berdirimu, tepatnya pada tanggal 5 Februari yang kebetulan waktu itu bertempat di sebuah ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam (STI)-Yogyakarta yang kini bernama Universitas Islam Indonesia (UII). Lafran Pane, itulah pendirimu pertama kali yang kebetulan beliau tidak sendirian, melainkan bersama beberapa orang temannya.

Pada hari ini, engkau tepat berusia 63 tahun. Sungguh usia yang tak muda lagi jika disamakan dengan usia manusia. Kini, entah sudah berapa ratus banyaknya jumlah cabangmu, dan entah sudah berapa ribu banyaknya jumlah komisariatmu di seantero nusantara. Di usia yang setua ini, entah berapa banyak pula alumnimu yang sudah menjadi pembesar negeri ini, kebanyakan memang menjadi politikus di hampir semua partai politik yang jumlah partainya juga tak sedikit. Di antara alumnimu juga ada yang menjadi cendekiawan, namun tak sedikit pula yang hanya menjadi masyarakat biasa dengan kedudukan yang biasa-biasa saja di tengah-tengah masyarakat.

Di dalam riwayat Isra’ Mi’raj dilukiskan mengenai pertemuan Rasulullah dengan seorang nenek tua. Nenek tua itu katanya sungguh cantik menawan menarik semua orang untuk mendekatinya. Tak lain dan tak bukan, nenek tua itu adalah gambaran dunia yang semakin tua semakin indah memukau membuat hampir semua manusia semakin mencintainya dan juga ingin memilikinya. Begitu juga dirimu, mungkin hampir sama dengan nenek tua di dalam riwayat Isra’ Mi’raj itu. Di usiamu yang kini semakin renta, semakin banyak saja mahasiswa yang tertarik padamu, entah tertarik karena cinta, atau mungkin hanya tertarik karena ingin memanfaatkanmu demi kepentingan pribadi atau golongan.

Sungguh telah cukup banyak beban sejarah yang kau tanggung. Bahkan dalam perjalananmu dapat dikatakan bahwa dirimu tak lulus sejarah, kadermu terpecah belah ketika berhadapan dengan rezim Orde Baru beberapa puluh tahun silam. Karena buruk muka, cermin dibelah. Begitulah kata pepatah. Tapi ini bukanlah cermin yang dibelah, melainkan badanmulah yang dibelah dua menjadi Dipo dan MPO. Beberapa kali kepengurusan pusatmu (PB atau Pengurus Besar) juga sempat terbelah-belah, hingga menimbulkan dualisme kepemimpinan.

Di era Demokrasi Terpimpin, dirimu pernah ingin dibubarkan oleh pihak penguasa. Kala itu dirimu lulus sejarah. Di saat-saat genting tersebut untungnya banyak organisasi Islam di negeri ini yang membelamu karena dirimu dianggap sebagai aset umat dan aset bangsa ini. Di era Orde Baru kembali dirimu mengalami cobaan. Kali ini sungguh dirimu tak lulus sejarah. Engkau memang tidak dibubarkan, namun engkau terpecah menjadi dua badan (Dipo dan MPO).

Pasca Reformasi, kembali kau menghadapi deraan dan cobaan. Engkau menjadi common enemy bagi hampir semua organisasi mahasiswa. Kala itu engkau dikatakan sebagai bagian dari Orde Baru atau bagian dari GOLKAR atau entah apa lagi namanya. Darahmu habis, semangatmu sirna, berjiwa elitis, selalu dekat dengan birokrasi, rapuh dan keringnya intelektualitas kadermu, serta selalu yang dikedepankan adalah politik daripada intelektualitas. Hingga salah seorang alumnimu yang tak lain adalah Guru Bangsa ini pada titik nadir kekesalannya terhadapmu sampai-sampai mengeluarkan ucapan “Bubarkan HMI!”

Riwayatmu kini tentunya jauh berbeda dari riwayatmu dulu. Di masa-masa awal berdiri, engkau selalu berpartisipasi aktif dan memberikan andil dalam mempertahankan bangsa dan negara ini. Di kala itu, engkau juga terjun langsung mengerahkan perjuangan fisik menghalau penjajah yang ingin menguasai lagi negeri tercinta ini. Sungguh di masa itu ketika usiamu masih sangat muda, engkau bergumul habis-habisan berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Di masa-masa setelah itu, engkau juga masih terus berjuang, bahkan perjuangan secara fisik melawan partai politik yang katanya anti agama. Sampai-sampai karena itu engkau juga terancam untuk dibubarkan oleh partai politik tersebut yang saat itu cukup berkuasa di negeri ini. Namun engkau kemudian terselamatkan, malahan belakangan partai politik itulah yang kemudian dibubarkan oleh Penguasa Orde Baru.

Pada era-era awal Orde Baru, engkau juga selalu berpartisipasi aktif mengajukan saran demi memajukan bangsa ini. Bukan hanya itu, engkau juga selalu mengedepankan gerakan kultural, bahkan sampai pada puncaknya yang begitu menawan. Wacana pemikiran dalam pembaharuan Islam yang kau lakukan ketika itu juga sangat memukau. Pertarungan wacana keislaman mungkin sudah menjadi keseharianmu ketika itu. Sungguh kami tersihir hingga kini jika mengenang masa lalumu yang gilang-gemilang itu. Namun sayang, mengapa pula kegilang-gemilangan itu di ujung-ujungnya mesti dibayar mahal dengan rekatnya dirimu kepada penguasa negeri ini. Karena begitu rekatnya dirimu dengan penguasa, akhir-akhirnya engkau juga kemudian harus membayar lebih mahal lagi berupa terbelahnya badanmu menjadi dua yang hingga kini sangat sulit menyatukannya kembali, walaupun kedua-dua badan tersebut saat ini azasnya sudah sama, yaitu sama-sama berazaskan Islam.

Sungguh kami di masa kini sangat merindukan dirimu mencapai lagi kegilang-gemilangan seperti halnya dirimu di masa silam yang selalu memancarkan sinar yang mencerahkan bagi seluruh persada nusantara.. Semoga pengharapan ini tak sekedar menjadi harapan hampa nan sunyi yang kemudian sirna ditelan bumi ataupun terbang melayang dibawa angin yang entah ke mana arah dan tujuannya.

Kami sadar sesadar-sadarnya bahwa tantangan yang engkau hadapi kini begitu beratnya. Kami juga mafhum jikalau tantangan di masa kini jauh berbeda dibandingkan tantangan yang dahulu kau hadapi. Namun tantangan tetaplah tantangan. Jika kini ada tantangan, tentunya dahulu juga ada tantangan. Mungkin model tantangannya saja yang berbeda. Bisa jadi tantangan dahulu lebih ringan dibandingkan tantangan yang ada sekarang. Atau jangan-jangan tantangan kini jauh lebih ringan dibandingkan tantangan dahulu. Entahlah, kami tak mau berandai-andai.

Akhirulkalam, Selamat Ulang Tahun yang ke 63 untuk HMI yang kucintai. Wahai Himpunan Mahasiswa Islam, masa depanmu masih terbentang panjang nan luas di hadapan. Berkibarlah selalu panji hijau hitamku. Umat dan bangsa menantikan karya nyatamu.

Yakin Usaha Sampai. Bahagia HMI. Jayalah selalu. [Hanafi Mohan – Ciputat, Jum’at – 5 Februari 2010]

~Tulisan ini khusus dipersembahkan untuk memperingati Milad HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang ke-63 (5 Februari 1947 – 5 Februari 2010)~

Sumber gambar:

1) http://pbhmi.org/

2) http://hmikofah-cabangciputat.blogspot.com/

Tulisan ini dimuat di: https://thenafi.wordpress.com/

Entry filed under: Catatan Lepas, Refleksi. Tags: , .

Semakin Tak Berkualitasnya Fatwa Ulama Hijau Hitam Kian Pudar

1 Komentar Add your own

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Selamat Berkunjung

Selamat datang di:
Laman The Nafi's Story
https://thenafi.wordpress.com/

Silakan membaca apa yg ada di sini.
Jika ada yg berguna, silakan bawa pulang.
Yg mau copy-paste, jgn lupa mencantumkan "Hanafi Mohan" sebagai penulisnya & Link tulisan yg dimaksud.

Statistik

Blog Stats

  • 523.319 hits
Februari 2010
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728

Top Clicks

  • Tidak ada
Powered by  MyPagerank.Net
free counters
Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net
Msn bot last visit powered by MyPagerank.Net
Counter Powered by  RedCounter